IQ,
EQ, dan SQ dalam dunia pendidikan
kecerdasan
merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan
menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk
lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan
meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir
dan belajar secara terus menerus.
Lantas,
apa sesungguhnya kecerdasan itu ? Sebenarnya hingga saat ini para ahli pun
tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif
tentang kecerdasan. Dalam hal ini, C.P. Chaplin (1975) memberikan pengertian
kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi
baru secara cepat dan efektif. Sementara itu, Anita E. Woolfolk (1975)
mengemukan bahwa menurut teori lama, kecerdasan meliputi tiga pengertian, yaitu
: (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan
(3) kemampuan untuk beradaptasi dengan dengan situasi baru atau lingkungan pada
umumnya.
Pengertian
IQ ( Intelligence Quotient)
Kecerdasan Intellegensi
secara keseluruhan ialah kemampuan seorang individu untuk menganalisa,memakai
logikanya dan rasionya dalam bertindak dan berfikir. Kecerdasan untuk memaknai
masalah dengan lebih rasional, logis tidak hanya mementingkan emosi sesaaat.
Pengertian
EQ ( Emotional Quotient)
Kecerdasan EQ adalah
kecerdasan seseorang untuk mengenali, merasakan, memahami perasaaannya sendiri
dengan baik, serta dapat mengelola dan mengekspresikan emosinya dengan baik
pula dan secara efektif menerapkan kepekaan emosi sebagai sumber energi yang
dapat ia kontrol .
Pengertian
SQ (Spiritual Quotient)
Kecerdasan spriritual
yang sering disebut dengan SQ adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kita
dan Yang meciptakan kita. kecerdasan untuk menghadapi berbagai
masalah/persoalan tanpa ia perlu menyalahkan keadaan atau orang-orang
disekelingnya, mampu melihat dari berbagai sisi permasalahan, dan memaknai
hal-hal tersebut dengan cara yang positif bukan malah sebaliknya, serta
bagaimana ia memotivasi dirinya sendiri untuk dapat berlaku lebih baik daripada
sebelumnya.
Berkembangnya pemikiran
tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan
spiritual (SQ)menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin
lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan
intelektual saja. Menurut Gardner bahwa “salah besar bila kita mengasumsikan
bahwa IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes
menggunakan pensil dan kertas”. Hasil pemikiran cerdasnya dituangkan dalam buku
Frames of Mind.. Dalam buku tersebut secara meyakinkan menawarkan penglihatan dan
cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal
dengan istilah Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligence) (Colin Rose dan
Malcolm J. Nicholl, 2002) .
Berkat kecerdasan
intelektualnya, memang manusia telah mampu menjelajah ke Bulan dan luar angkasa
lainnya, menciptakan teknologi informasi dan transportasi yang menjadikan dunia
terasa lebih dekat dan semakin transparan, menciptakan bom nuklir, serta
menciptakan alat-alat teknologi lainnya yang super canggih. Namun bersamaan itu
pula kerusakan yang menuju kehancuran total sudah mulai nampak. Lingkungan alam
merasa terusik dan tidak bersahabat lagi. Lapisan ozon yang semakin menipis
telah menyebabkan terjadinya pemanasan global, banjir dan kekeringan pun
terjadi di mana-mana Gunung-gunung menggeliat dan memuntahkan awan dan lahar
panasnya. Penyakit-penyakit ragawi yang sebelumnya tidak dikenal, mulai
bermunculan, seperti Flu Burung (Avian Influenza), AIDs serta jenis-jenis
penyakit mematikan lainnya. Bahkan, tatanan sosial-ekonomi menjadi kacau balau
karena sikap dan perilaku manusia yang mengabaikan kejujuran dan amanah
(perilaku koruptif dan perilaku manipulatif).
Manusia telah berhasil
menciptakan “raksasa-raksasa teknologi” yang dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan hidup manusia itu sendiri. Namun dibalik itu, “raksasa-raksasa
teknologi” tersebut telah bersiap-siap untuk menerkam dan menghabisi manusia
itu sendiri. Kecerdasan intelektual yang tidak diiringi dengan kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritualnya, tampaknya hanya akan menghasilkan
kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan dirinya maupun umat manusia. Dengan
demikian, apakah memang pada akhirnya kita pun harus bernasib sama seperti
Dinosaurus ?
Layaknya seseorang yang
mengandalkan kecerdasan intelektual, tentu bisa saja dia bisa paling ahli dalam
semua ilmu, hingga ilmu yang paling mendalam, layaknya seseorang dengan
kecerdasan emotional tentu saja dia akan berpikir sebelum bertindak, dengan
mengutamakan perasaannya, sebagaimana bawahan ke atasan, teman sebaya yang
saling menghargai arti persahabatan, dan dengan demikian dia akan disenangi
semua orang. Dan layaknya kecerdasan spiritual tidak terlepas dari siapa yang Maha
Agung penciptanya, yang memberikan semua yang dia miliki sekarang, dengan
memiliki kecerdasa spiritual tentu saja dia akan banyak bersyukur, tanpa
mengabaikan Maha Pencipta.
Dengan tidak bermaksud
mempertentangkan mana yang paling penting, apakah kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, ada baiknya kita mengambil
pilihan eklektik dari ketiga pilihan tersebut. Dengan meminjam filosofi klasik
masyarakat Jawa Barat, yaitu cageur, bageur, bener tur pinter, maka kita dapat
menarik kesimpulan bahwa dengan kecerdasan intelektualnya (IQ)
orang menjadi cageur dan pinter, dengan kecerdasan emosional (EQ) orang menjadi
bageur, dan dengan kecerdasan spiritualnya (SQ) orang menjadi bener. Itulah
agaknya pilihan yang bijak bagi kita sebagai pribadi maupun sebagai pendidik
(calon pendidik)!
Sebagai pribadi, salah satu
tugas besar kita dalam hidup ini adalah berusaha mengembangkan segenap potensi
(fitrah) kemanusian yang kita miliki, melalui upaya belajar (learning to do,
learning to know (IQ), learning to be (SQ), dan learning to live together (EQ),
serta berusaha untuk memperbaiki kualitas diri-pribadi secara terus-menerus,
hingga pada akhirnya dapat diperoleh aktualisasi diri dan prestasi hidup yang
sesungguhnya (real achievement).
Sebagai pendidik (calon
pendidik), dalam mewujudkan diri sebagai pendidik yang profesional dan
bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan para peserta
didik untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) kemanusian yang
dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna
(Meaningful Learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ) dan menantang
atau problematis (problematical Learning) (IQ), sehingga pada gilirannya dapat
dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cageur, bageur, bener,
tur pinter.
Sebagai penutup tulisan ini, mari kita renungkan
ungkapan dari Howard Gardner bahwa : “BUKAN SEBERAPA CERDAS ANDA TETAPI
BAGAIMANA ANDA MENJADI CERDAS ! ”